Keraton Kanoman adalah salah satu dari dua bangunan kesultanan Cirebon, setelah
berdiri keraton Kanoman pada tahun 1678 M kesultanan Cirebon terdiri dari keraton
Kasepuhan dan keraton Kanoman yang merupakan pemimpin dan wakilnya. Kebesaran Islam di Jawa
Barat tidak lepas dari Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah orang
yang bertanggung jawab menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, sehingga
berbicara tentang Cirebon tidak akan lepas dari sosok Syarif Hidayatullah atau
Sunan Gunung Jati.
Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran
Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I pada sekitar tahun 1678 M. Keraton
Kanoman masih taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya
melaksanakan tradisi Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul
Fitri dan berziarah ke makam leluhur, Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon
Utara. Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat
kaitannya dengan syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Jati, yang
juga dikenal dengan Syarif Hidayatullah.
Kompleks Keraton Kanoman yang mempunyai luas sekitar 6 hektare ini
berlokasi di belakang pasar Di Kraton ini tinggal sultan ke dua belas yang
bernama Raja Muhammad Emiruddin berserta keluarga. Kraton Kanoman merupakan
komplek yang luas, yang terdiri dari bangunan kuno. salah satunya saung yang
bernama bangsal witana yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir
lima kali lapangan sepak
bola.
Di keraton ini masih terdapat barang barang, seperti dua kereta bernamaPaksi Naga Liman dan Jempana yang
masih terawat baik dan tersimpan di museum. Bentuknya burak, yakni hewan yang dikendarai Nabi
Muhammad ketika ia Isra
Mi'raj. Tidak jauh dari kereta,
terdapat bangsal Jinem, atau Pendopo untuk Menerima tamu, penobatan sultan dan
pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Dan di bagian tengah Kraton
terdapat kompleks bangunan bangunan bernama Siti Hinggil.
Hal yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring-piring
porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon.
Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh
situs bersejarah di Cirebon. Dan yang tidak kalah penting dari Keraton di
Cirebon adalah keraton selalu menghadap ke utara. Dan di halamannya ada patung macan sebagai lambang Prabu
Siliwangi. Di depan keraton selalu ada alun alun untuk rakyat
berkumpul dan pasar sebagai pusat perekonomian, di sebelah timur keraton selalu
ada masjid.
Keraton Kanoman sebagai Objek Vital
Keraton Kasepuhan berserta
Keraton Kanoman ditetapkan menjadi objek
vital yang harus dilindungi. Penilaian tersebut berdasarkan
pertimbangan dari institusi kepolisian, dengan adanya penilaian tersebut maka
kepolisian setempat wajib menempatkan personilnya untuk melakukan penjagaan di
keraton tersebut.
Sebagai
bentuk realisasi pengamanan objek vital, maka keraton harus dijaga oleh
personil kepolisian
·
Pengamanan, 2 personil,
·
Patroli 2 personil
·
Pengamanan kegiatan keraton, minimal 10 personil (khusus untuk pengamanan
kegiatan yang berskala besar, maka diadakan pengamanan penuh yang melibatkan
lebih banyak personil kepolisian).
Sejarah Kesultanan Kanoman
Kesultanan
Kanoman merupakan hasil pembagian kesultanan Cirebon kepada puteranya setelah meninggalnya pangeran
Girilaya atau yang
dikenal dengan nama Panembahan
Ratu pakungwati II pada
tahun 1666. Putera pangeran
Girilayamasing-masing adalah Pangeran Raja Martawijaya yang kemudian memerintah kesultanan Kasepuhan yang berpusat dikeraton Kasepuhan, Pangeran Raja Kartawijaya yang memerintah kesultanan Kanoman yang berpusat di keraton Kanoman dan Pangeran Raja Wangsakerta yang menjadi Panembahan
Cirebon yang
bertugas dalam hal pendidikan putra-puteri keraton, Pangeran Raja Wangsakerta bertempat tinggal di keraton Kasepuhan dan
membantu Pangeran Raja Martawijayamemerintah kesultanan Kasepuhan sebagai Sultan
Sepuh I.
Masuknya
pengaruh awal Belanda
Kesultanan
Kanoman resmi berdiri pada tahun yang sama dengan berdirinya kesultanan Kasepuhan yaitu pada tahun 1679 dengan pemimpin pertamanya
yang bernama Sultan
Anom I Pangeran Muhammad Badrudin Kartawijaya.
Pada
tahun 1681, Belanda menawarkan perjanjian
persahabatan kepada kesultanan Cirebon yang pada waktu itu telah dipecah menjadi dua
yaitu Kasepuhan dan Kanoman yang kemudian ditandatangani pada tanggal 7
Januari 1681 perjanjian persahabatan yang
dimaksud adalah untuk memonopoli perdagangan di wilayah Cirebon.
Sultan
Kanoman I Muhammad Badrudin Kartawijaya memiliki dua orang putera dari
permaisuri yang berbeda, yaituPangeran Pengguron Kaprabon yang merupakan putera pertama dari permaisuri
kedua yaitu Ratu
Sultan Panengah dan
Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin, putera keduanya yang berasal dari
permaisuri ketiga yang bernamaNyimas Ibu. Setelah ayahandanya wafat,
kedua puteranya ini sepakat untuk melakukan lijdelijk
verzet (perlawanan diam-diam) melawan
Belanda.
Kemudian Pangeran Raja Muhammad
Qadirudin diresmikan
sebagai Sultan Anom II keraton Kanoman dikarenakan saudaranya yaitu Pangeran Pengguron Kaprabon yang merupakan putera pertama Sultan Anom I dari
permaisuri keduanya yaitu Ratu
Sultan Panengah memutuskan
untuk memperdalam ajaran agama Islam dan menyerahkan kepemimpinan keraton
Kanoman kepada adiknya Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin. Setelah
menyerahkan kepemimpinan keraton Kanoman kepada adiknya, Pangeran Pengguron Kaprabon mendirikan Pengguron Kaprabonan pada
tahun 1696 sebagai tempat pendidikan agama Islam.
Perjuangan
melawan penjajah Belanda dengan strategi lijdelijk verzet (perlawanan diam-diam) menemukan
tantangan setelah Belanda membentuk sebuah Karesidenan
(wilayah yang berada di bawah kekuasaan gubernur jendral pada
waktu itu atau setingkat provinsi dimasa sekarang, dengan pimpinannya yang
menjabat sebagai residen). Pada
sekitar tahun 1700-an Belanda mengangkat Jacob
Palm sebagai
seorang residen untuk wilayah Cirebon, dalam bukunya sejarah cirebon, Pangeran Sulaeman Sulendraningrat bahkan mengatakan jika kekuasaan
kesultanan-kesultanan di Cirebon telah habis sama sekali dengan adanya
pengangkatan Jacob Palm.
Perang
terbuka Pangeran Raja Kanoman melawan penjajah
Pada
sekitar tahun 1770-an, Sultan Muhammad Chaerudin menjadi pemimpin di kesultanan Kanoman dengan gelar Sultan Anom IV, dikatakan semenjak
kekuasaan Sultan Anom I, Belanda telah berusaha menanamkan kekuasaannya kedalam
keraton-keraton di Cirebon melalui perjanjian persahabatan yang berisi monopoli dagang Belanda serta dengan
politik pendekatan persuasif kepada pihak-pihak di kesultanan dan tokoh-tokoh
masyarakat, Putera Mahkota Kanoman (putera pertama Sultan Anom IV) pada waktu itu
melakukan perlawanan terbuka terhadap belanda, masyarakat yang berjuang bersama
di antaranya adalah Mirsa, yang melakukan perjuangan melawan penjajah Belanda
pada tahun 1788 yang mendapatkan bantuan tokoh agama, namun perjuangan Mirsa
dapat dipatahkan, perjuangan melawan penjajah kemudian berlanjut pada tahun
1793 dan akhirnya Pangeran Raja Kanoman berhasil
ditangkap dalam perjuangannya melawan penjajah dan kemudian diasingkan ke Ambon
pada sekitar tahun 1796.
Perang besar Cirebon 1788 -
1818
Ketika
Pangeran Raja Kanoman yang merupakan putera dari Sultan Anom IV Muhammad
Chaerudin diasingkan ke Ambon, terjadilah pemberontakan rakyat Cirebon yang
dipimpin Bagus Rangin pada tahun 1802, Bagus Rangin berasal dari demak, distrik
Blandong, Rajagaluh (sekarang Rajagaluh menjadi kecamatan Rajagaluh,
Majalengka) yang terletak di kaki gunung Ciremai, Bagus Rangin diperkirakan lahir
sekitar tahun 1761. Dia adalah putra dari Sentayem (Ki buyut Teyom), cucu
dari Waridah dan keturunan dari Ki buyut Sambeng, salah satu dari cicit
pembesar didaerah tersebut atau dalambahasa Cirebon disebut Ki Gede. Bagus
Rangin mempunyai tiga orang saudara, kakaknya bernama Buyut Bangin dan kedua adiknya bernama Buyut Salimar serta Bagus Serit (Bagus Serit juga menjadi pejuang
melawan penjajah).
Sifat
Bagus Rangin digambarkan sebagai pemimpin yang gagah berani dan sanggup
menyatakan perang dengan didukung oleh pengikutnya yang banyak.
secara garis
besar kondisi perekonomian di pedesaan Cirebon dijelaskan bahwa desa-desa
hampir secara keseluruhan disewakan kepada orang-orang Cina oleh para bupati
dan residen. Penyerahan tenaga kerja, penyerahan pajak dan hasil pertanian
penduduk dibeli dengan harga sangat rendah oleh residen. Kondisi sosial
dijelaskan bahwa bencana kelaparan dan wabah penyakit sempat melanda Cirebon
akhir abad 18, mengakibatkan banyak penduduk Cirebon meninggal dunia. Pada
ditengah masa pemberontakan ini, Belanda mengirimkan Herman Willem
Daendels sebagai
Gubernur Jendral Hindia Belanda yang tiba di Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1808 yang
memimpin dengan cara kediktaktoran.
Persoalan
hak waris Sultan Kanoman ke empat, Sultan Anom IV Muhammad Chaerudin yang
seharusnya diberikan kepada putera mahkotanya yaitu Pangeran Raja Kanoman yang telah diasingkan Belanda ke Ambon dianggap
sebagai penyebab timbulnya pemberontakan. Rakyat melakukan pemberontakan dan
mengidentifikasi diri dengan Sultan Kanoman yang tercabut hak warisnya (Pengeran Raja
Kanoman yang dibuang dan sulit mengklaim haknya) . Para
pemberontak ini berhasil dihimpun Bagus Rangin untuk melakukan pemberontakan
yang lebih besar. Di daerah Jatitujuh, merupakan pusat gerakan Bagus Rangin
dalam rangka membicarakan strategi perlawanan terhadap pemerintah kolonial
Belanda. Bagus Rangin menganggap residen Belanda telah merampas tanah warisan
nenek moyangnya, untuk digunakan sendiri oleh residen itu.
Kembalinya Pangeran Raja
Kanoman dan dibentuknya Kacirebonan
Pemberontakan
yang dilakukan oleh bagus Rangin meluas hingga keluar wilayah karesidenan
Cirebon, namun ditengah perjuangan besar cirebon yang telah dimulai pada
sekitar tahun 1788 oleh Mirsa dan Pangeran Raja Kanoman / Putera Mahkota
Kanoman (putera pertama Sultan Anom IV) dan dilanjutkan oleh pejuang lainnya termasuk di
antaranya Bagus Rangin yang telah memulai perjuangannya pada sekitar tahun
1802, dikarenakan perjuangan masyarakat cirebon melawan Belanda masih terus
belangsung, maka pada tahun 1806 Belanda mengembalikan Pangeran Raja Kanoman ke
Cirebon guna meredakan perjuangan yang terjadi. dalam bukunya Geschiedenis van
Nederlandsch Indie, V Frederik
Willem Stapel mengatakan,
“
|
sampai dengan tahun 1806
jumlah kaum pemberontak yang bersenjata telah mencapai sekitar 4000 orang.
Pasukan yang langsung dipimpin oleh Bagus Rangin berjumlah antara 280-300
orang yang telah terlatih perang
|
”
|
namun
karena di keraton Kanoman sudah bertahta Pangeran Raja Abu Soleh Immamudin yang
merupakan adik Pangeran Raja Kanoman, maka akhirnya atas dasar kesepakan
keluarga, Pangeran Raja Kanoman pada tahun 1808 mendirikan pendopo sendiri
dengan nama Kacirebonan yang
sekarang pusatnya berada di Pendopo Kacirebonan, sebagai
pemimpinKacirebonan Pangeran Raja Kanoman bergelar Sultan Carbon Amirul
Mukminin, namun kembalinya Pangeran Raja Kanoman dan
dibentuknya Pendopo Kacirebonan untuk Pangeran Raja Kanoman sebagai
hasil kesepakatan keluarga besar kesultanan Kanoman dikarenakan di kesultanan Kanoman telah bertahta Sultan Anom V Pangeran Raja Abu
Soleh Immamudin, tidak menyurutkan gerakan perjuangan yang sedang berlangsung.
Pada
tahun 1809 Gubernur Jendral
Herman Willem Daendels atau
setahun setelah kedatangannya ke Hindia Belanda, segera menetapkan berbagai
langkah dan tindakan dalam rangka pengendalian wilayahnya yang ada di Jawa
bagian barat, dua wilayah karesidenan (wilayah pembantu Gubernur Jendral) kemudian ditetapkan,
·
Pertama, Batavia en Jacatrasche Preanger Regentschappen
(Karesidenan Batavia dan Priangan-Jakarta) yang
meliputi Batavia, Tangerang, Karawang, Bogor, Cianjur, Bandung dan Sumedang)
·
Kedua, Kesultanan Cheribon en Cheribonsche-Preanger
Regentschappen (Karesidenan kesultanan Cirebon dan Priangan-Cirebon), yang
meliputi wilayah kesultanan Cirebon,
Limbangan (sekarang bagian dari kabupaten Garut), Sukapura (sekarang bagian
dari kabupaten
Tasikmalaya) dan Galuh (sekarang kabupaten Ciamis dan kota Banjar).
Di daerah
Cirebon, dikatakan Gubernur Jendral
Herman Willem Daendels memperoleh
hak untuk mengangkat pegawai kesultanan dan mendapat kekuasaan lebih besar
dalam urusan keuangan dan pemerintahan internal kesultanan. sejak tahun 1809
dikatakan bahwa kesultanan-kesultanan yang ada di Cirebon tidak lagi memiliki
kekuasaan politik karena telah dijadikam pegawai pemerintah Hindia Belanda dan fungsi mereka sebagai kepala pemerintahan
digantikan oleh para bupati yang diangkat oleh Gubernur Jendral, yang kemudian
wilayah-wilayahnya diawasi oleh residen yang
telah ditunjuk oleh pemerintah Belanda.
Pemisahan
kekuasaan kesultanan-kesultanan di Cirebon pada tahun 1809 bertepatan dengan
masa pemerintahan Sultan Sepuh VII Sultan Djoharudin di kesultanan Kasepuhan,
Sultan Anom V Pangeran Raja Abu Soleh Muhammad Immamudin dikesultanan Kanoman dan Sultan Kacirebonan I Sultan Carbon Amirul
Mukminin di kesultanan
Kacirebonan yang baru
saja dibentuk dari hasil perundiangan keluarga untuk membagi kesultanan Kanoman.
Pada
tahun 1810 Perancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte melakukan aneksasi terhadap Belanda dan setelah
kabar ini diterima oleh Gubernur Jendral
Herman Willem Daendels, Gubernur Jendral kemudian melakukan
pengibaran bendera Perancis, hal ini kemudian diketahui oleh Thomas Stamford
Raffles dan
mengunjungi Lord Minto Gubernur
Jendral Britania di India untuk mengusir Belanda dari Jawa dan hal tersebut
disetujui oleh Gubernur Jendral Britania untuk India - Lord Minto.
Menindaklanjuti
rencana pengusiran Belanda maka pada sekitar tahun 1811 Pemerintah Britania
atau yang dalam bahasa inggris disebut Britain (Penggabungan kerajaan Inggris, Wales,
Skotlandia dan Irlandia Utara) yang
menguasai India, Burma dan Semenanjung Melayu melakukan peperangan dengan pihak
Hindia Belanda, pasukan-pasukan Britania bahasa inggris (british : orang-orang britain) kemudian mulai mendarat di pelabuhan-pelabuhan
Jawa pada tanggal 3 Agustus 1811, pada bulan yang sama tepatnya tanggal 26
Agustus 1811 perang besar antara Hindia Belanda dan pihak Britania dimulai dan
menghasilkan kekalahan Belanda, hasil peperangan tersebut membuat Belanda
menyingkir ke Semarang sampai akhirnya Belanda di bawah Gubernur Jendral Jan Willem Janssens yang menggantikan Herman Willem
Daendelspada bulan Mei 1811 menyerah kepada Britania di Salatiga dan
menandatangani kapitulasi Tuntang.
Kemenangan ini kemudian menjadikan Thomas Stamford
Raffles diangkat
sebagai Letnan Gubernur (bawahan Gubernur Jendral) untuk wilayah Jawa.
namun
adanya perang besar antara Hindia Belanda dan Britania atau yang dikenal dengan
nama perang jawa Britania-Belanda tidak begitu menguntungkan gerakan perjuangan
ini, terbukti dengan ditemuinya kegagalan setelah Bagus Rangin dan para
pengikutnya ditangkap oleh pemerintah Britania pada tahun 1811.
Akhir perang besar Cirebon
Namun
demikian, gerakan perjuangan rakyat Cirebon ini sempat muncul kembali di bawah
pemimpin lainnya setelah Britania di bawah Letnan Gubernur
Thomas Stamford Raffles memerintahkan
langsung kepada Cirebon untuk menyingkirkan kekuasaan politik dari para
sultannya, sehingga sultan hanya sebagai pemimpin adat dan agama saja, gerakan
perjuangan tersebut ialan gerakan perjuangan tahun 1816 di bawah pimpinan Bagus
Jabin dan gerakan perjuangan tahun 1818 di bawah pimpinan Nairem. Kedua
perjuangan tersebut pun menemui kegagalan.
Pada
tanggal 19 Agustus 1816, Jawa dikembalikan kepada Belanda dari Britania setelah
berakhirnya perang Napoleon danLetnan Gubernur
Thomas Stamford Raffles meninggalkan
Jawa dan kembali ke Inggris.
Pangeran
Raja Muhammad Komarudin II dan Nona
Delamoor
Pada
tahun 1883 atau pada masa pemerintah Sultan Anom VI Muhammad Komarudin I Belanda mengangkat residen Cirebon yang baru
bernama Jean Guillaume Landre yang oleh
masyarakat Cirebon dikenal dengan nama Tuan Delamoor,Jean Guillaume Landre yang
dipercaya sebagai warga Belanda keturunan Perancis sewaktu menjabat residen di
Cirebon membawa juga anak perempuannya yang masih muda yang oleh masyarakat
cirebon dikenal dengan nama Nona Delamoor. pada saat melakukan
pertemuan kenegaraan dan pertemuan resmi yang dilakukan di kediaman residen cirebon,Sultan
Anom VI Muhammad Komarudin I juga
membawa putera tertuanya sekaligus putera mahkotanya yang pada masa itu disebut Pangeran Raja,
kemudian karena sering bertemu pada acara-acara kenegaraan dan pertemuan resmi,
maka antara Pangeran Raja dan nona Delamoor saling jatuh cinta, hingga akhirnya nona Delamoor dikabarkan hamil di luar nikah dan mengandung
anak dari Pangeran Raja, karena takut akan
ketahuan oleh ayahnya, nona Delamoor kemudian
menutup-nutupi kehamilannya, kemungkinan karena kelahiran sang bayi yang tidak
sempurna maka bayi ini meninggal, bayi kemudian dibungkus dengan pakaian yang
serba indah dan berharga, dimasukan ke sebuah kandaga untuk kemudian dilarung
ke laut.
Kandaga
berisi bayi yang telah meninggal tersebut kemudian ditemukan oleh nelayan,
melihat bungkus pakaiannya yang serba indah dan berharga para nelayan
menganggap bahwa bayi yang telah meninggal tersebut adalah milik orang yang
dikeramatkan atau orang penting, kemudian bayi tersebut dikuburkan secara
khidmat di dekat mercusuar cirebon, kurang lebih jaraknya 25 meter ke arah
selatan.
Perubahan
fisik nona
Delamoor yang
terlihat pucat dan sikapnya yang selalu berdiam diri membuat ayahnya Jean Guillaume Landre
(tuan Delamoor) menanyakan
keadaannya, kemudian nona Delamoor menceritakan
peristiwa yang dialaminya kepada ayahnya, mendengar peristiwa-peristiwa yang
menimpa puterinya, Jean Guillaume Landre segera
memerintahkan polisi dan militer Belanda untuk menangkap dan memenjarakan Pangeran Raja, namun
hal tersebut ditangguhkan karena takut bahwa Cirebon akan melakukan
pemberontakan, namun jika Pangeran Raja ditahan
maka masyarakat luas akan mengetahui peristiwa tersebut. kemudian Jean Guillaume Landre mencari akal untuk menyeleseikan masalah ini dan
Pernikahan antara Pangeran Raja yang
kemudian naik tahta sebagai Sultan Anom VII Muhammad Komarudin II dengan nona Delamoor pun
dilakukan sebagai bentuk penyeleseian, setelah pernikahan nona Delamoormendapatkan
gelar Ratu
Sengkaratna.
Tak lama
setelah pernikahan nona Delamoor memberikan Pangeran Raja (yang
sudah naik tahta menjadi Sultan Anom VII Muhammad Komarudin II seorang putera yang diberi nama Pangeran Anta dan bergelar Pangeran Raja Carbon, Pangeran Anta dikatakan memiliki tekstur wajah yang mirip dengan
ibunya yang berketurunan Perancis serta kulitnya pun putih.
Selang
beberapa bulan dari kelahiran Pangeran Anta yang
keturunan Perancis tersebut, Permaisuri Raja (perempuan berdarah bangsawan yang
dinikahi raja) yaitu Ratu Raja Apsari juga melahirkan seorang putera yang kemudian
diberi nama Pangeran Raja Dzulkarnaen, oleh
para kerabat Kanoman, Pangeran Raja Dzulkarnaen dididik pelajaran keperwiraan untuk dipersiapkan
sebagai pengganti ayahnya, dikarenakan menurut para kerabat yang mendukungnya,
dia lebih pantas karena merupakan seorang putera yang dilahirkan dari Permaisuri Raja
(perempuan berdarah bangsawan yang dinikahi raja) sementara Pangeran Anta dilahirkan dari nona Delamoor atau Ratu Sengkaratna yang bukan berdarah bangsawan, kemudian para
pendukung Pangeran dzulkarnaen menghimpun
kekuatan dari masyarakat untuk mendukung Pangeran Dzulkarnaen sebagai
pewaris tahta ayahnya yang sah. Semakin dewasa, di antara Pangeran Anta dan Pangeran Dzulkarnaen terdapat
sebuah pertentangan dan ketegangan yang serius diakibatkan oleh pendidikan yang
diterima keduanya dari para pendukungnya yang menyatakan bahwa yang satu lebih
berhak atas tahta ayahnya dibanding yang lain. Setelah Sultan Anom VII Muhammad
Komarudin II meninggal dunia, terjadilah perebutan tahta antara keduanya,
melihat perebutan tahta ini melibatkan masyarakat luas, residen Belanda di
Cirebon pun meminta bantuan Gubernur Jendral, namun Gubernur Jendral menolak
ikut campur dan menyarankan agar masalah pewaris tahta diserahkan kepada adat
yang berlaku dimasyarakat dan digelar perundingan untuk menyeleseikannya.
Hasil
dari perundingan yang dilakukan adalah Pangeran Anta yang
bergelar Pangeran Raja Carbon yang
merupakan anak dari pasangan Sultan Anom VII Muhammad Komarudin II dengan nona Delamoor yang
bergelar Ratu Sengkaratnamendapatkan hanya warisan
kekayaan ayahnya saja, sementara Pangeran Raja Dzulkarnaen yang merupakan putera dariPermaisuri Raja mendapatkan tahta ayahnya dan bergelar Sultan Anom VIII
Pangeran Raja Dzulkarnaen.
Dari
kekayaan ayahnya, Pangeran Anta membangun
sebuah tempat kediaman disebelah barat siti inggil keraton
Kanoman dan tinggal disana hingga dia wafat, dan sekarang tempat tersebut
dibangun menjadi kompleks Perguruan Taman Siswa.
Pada
tahun 1921, Cirebon dirubah statusnya menjadi Gamentee Cheribon dikarenakan
banyaknya peziarah yang datang ke makam bayi yang ada di dekat mercusuar dan
telah menggangu ketertiban pelabuhan Cirebon, maka oleh pemerintah gamenteen
Cheribon makam
tersebut dipindahkan ke jalan kesambi, cirebon.
Surat
wasiat Sultan Anom XI Pangeran Raja Adipati Muhammad Djalaludin
Sultan
Muhammad Djalaludin merupakan Sultan Anom XI, diketahui oleh masyarakat luas
bahwa Sultan Anom XI Pangeran Raja Adipati Muhammad Djalaludin (alm) punya
seorang anak perempuan dari istri pertamanya yang merupakan seorangPermaisuri Raja dan diberinama Ratu Raja Latifah, dari istri keduanya yang
juga seorang Permaisuri dia tidak
mendapatkan keturunan, dari Ny Suherni (ibu dari Pangeran Elang Mochamad
Saladin) enam
anak, dan dari Ratu Raja Sri Mulya (ibu dari Pangeran Raja
Muhammad Emirudin) enam
anak.
Sebelum
meninggal pada tanggal 19 November 2002, Sultan Muhammad Djalaludin membuat
sebuah surat wasiat agar putera tertuanya yaitu Pangeran Elang Mochamad Saladin yang merupakan anak dari pasangan Sultan
Djalaludin dengan istri ketiganya Hj. Suherni yang
berasal dari kalangan rakyat biasa dinobatkan menjadi Sultan Anom XII keraton
Kanoman untuk menggantikan dirinya.[12] Hal
tersebut dikarenakan hubungannya dengan istri pertamanya yang merupakan seorang
permaisuri hanya melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Ratu Raja
Latifah .
Munculnya
surat wasiat dari Sultan Djalaludin yang menunjuk Saladin sebagai penerus
tahtanya, kemudian ditentang oleh beberapa kelompok yang menghendaki Pangeran Raja
Emiruddin yang
merupakan putera kedua Sultan Djalaludin dari istri keempatnya yang merupakan
seorang permaisuri yang bernama Ratu Raja Sri Mulya untuk
menjadi Sultan. menanggapi hal tersebut,
Pangeran Elang Mochamad Saladin berkata,
“
|
Emirudin itu saudara
saya, umurnya delapan bulan lebih muda dari saya
|
”
|
Pelantikan Pangeran Elang
Mochamad Saladin sebagai Sultan Anom XII
Pangeran
Elang Mochamad Saladin kemudian dilantik di ruang jinem keraton Kanoman,
Cirebon, Rabu malam tanggal 5 Maret 2003 sekitar pukul 20.30 WIB. Pelantikan
itu mendahului rencana kubu Pangeran Raja Muhammad Emirudin yang sudah menyebar
undangan, untuk "Jumenengan" Pangeran Raja Emirudin menjadi Sultan ke XII
menggantikan Sultan Anom XI Hj Muhammad Djalaludin, yang rencanannya dilakukan
Kamis siang tanggal 6 Maret 2013. Undangan JumenenganEmirudin sudah disebar ke
beberapa instansi dan media massa.
Proses
penobatan Elang Muhammad Saladin, dilakukan oleh Pangeran Komisi, yakni Pangeran Amaludin
(adik Elang Muhamad Saladin). Hadir dalam acara pelantikan Pangeran Hidayat
Purbaningrat, Ketua DPRD Kota Cirebon H Suryana, Wakil Ketua DPRD Ir H Haries
Sutamin, Ibunda serta adik-adik Saladin, upacara pelantikan berlangsung selama
sekitar 10 menit, berjalan khidmat dan diakhiri dengan pembacaan doa demi
keselamatan keluarga besar Keraton Kanoman.
Sementara
itu, suasana di luar ruang jinem tampak hening, hanya beberapa orang saja yang
terlihat secara samar di tengah temaram sorot lampu yang tidak terlalu terang
di sekitar keraton. Padahal, di luar keraton, beberapa orang terlihat memasang
umbul-umbul sebagai persiapan untuk dilakukannya penobatan terhadap Pangeran
Raja Emirudin yang sedianya dilakukan hari Kamis 6 Maret 2013 pukul 14.00 WIB.
Usai
pelantikan, Ratu Mawar Kartina, SH yang selama ini bertindak sebagai juru
bicara keraton didampingi Pangeran Hidayat Purbaningrat mengatakan,
“
|
pelantikan tersebut
dilaksanakan untuk menjalankan wasiat almarhum Sultan Kanoman XI. "Apa
pun hambatan yang akan dihadapi,"
|
”
|
Menurut
Ratu Mawar, penobatan Pangeran Elang Mochamad Saladin sebagai Sultan Anom XII
pada awalnya akan dilakukan pada akhir bulan Maret 2013, namun hal itu harus
dipercepat, hal tersebut terpaksa dilakukan, karena ada indikasi upaya untuk
menggagalkan wasiat yang sudah diputuskan ayahandanya.
Indikasinya
menurut Ratu Mawar, sudah terlihat sejak surat wasiat itu dibuka, tepatnya 40
hari setelah wafatnya Sultan XI HM Djalaludin.
Di ruang
jinem, Ketua DPRD Kota Cirebon H. Suryana yang didaulat membacakan sambutan
mengatakan,
“
|
wasiat almarhum Sultan
Kanoman XI HM Djalaludin mesti ditaati, sebab wasiat tersebut adalah titah
sultan yang tidak boleh ditentang isinya, dan siapa pun yang ditunjuk menjadi
sultan, tanpa melihat keturunan dari istri yang mana.
|
”
|
H.
Suryana berharap, keluarga besar Keraton Kanoman bisa bersama-sama menjaga
keutuhan keraton dengan cara saling memahami satu sama lain.
Pelantikan Pangeran Raja
Muhammad Emirudin sebagai Sultan Anom XII
Pelantikan
Pangeran Raja Muhammad Emirudin pada hari Kamis 6 Maret 2003 diwarnai
kericuhan, kericuhan diawali dengan datangnya Ratu Mawar (adik Sultan Saladin). Dia
membacakan maklumat bahwa penobatan Emirudin tidak sah dan menentang wasiat
serta titah dari mendiang Sultan Kanoman XI. Setelah itu Ratu Mawar merebut tombak dari salah satu punggawa dan
melemparkannya ke aparat keamanan.
Usai
acara penobatan, sekelompok orang dari kubu Emirudin menghadang mobil yang
ditumpangi Ratu Mawar dan
pacarnya pada waktu itu Teddy Michael. Dengan emosi mereka
memukul-mukul mobil tersebut sehingga kaca belakang rusak. Mereka mengecam aksi
Ratu Mawar dan campur tangan Teddy yang tidak termasuk famili Kanoman.
Pihak
Sultan Emirudin sendiri mengklaim bahwa penobatannya didukung oleh 247 kerabat
keraton lainnya. Dalam maklumat yang ditandatangani tiga sesepuh, Pangeran
Redman Hakim, Pangeran Agus Djoni, dan Elang Machmudin tercantum bahwa demi
menjunjung tinggi adat dan tradisi Keraton Kanoman maka ke-247 kerabat Keraton
memilih Pangeran Emirudin sebagai Sultan Kanoman XII pengganti Sultan Kanoman
XI.[15]
Alasan
utama maklumat tersebut adalah hukum adat istiadat dan tradisi yang menyebutkan
Sultan Kanoman adalah putra pertama dari garwa ratu atau darah biru.
Pangeran Redman Hakim, Pangeran Pangeran Agus Djoni, dan Elang Machmudin
mengatakan'
“
|
Oleh karena itu,
penunjukan Saladin sebagai pengganti almarhum Djalaludin dalam surat wasiat
yang ditinggalkan almarhum sangat bertentangan dengan adat dan tradisi,
karena yang bersangkutan dari garwa ampean atau selir. Untuk itu secara
otomatis segala hal yang menyimpang dianggap tidak ada da tidak berlaku,
|
”
|
Silsilah
·
Sultan Anom I Muhammad Badrudin Kartawijaya
·
Sultan Anom II Pangeran Raja Mandurareja Muhammad
Qadirudin
·
Sultan Anom III Pangeran Raja Adipati Muhammad
Alimudin
·
Sultan Anom IV Pangeran Raja Adipati Sultan Muhammad
Chaeruddin
·
Sultan Anom V Pangeran Raja Abu Soleh Muhammad
Imammudin)
·
Sultan Anom VI Muhammad Kamaroedin I
·
Sultan Anom VII Muhamamad Kamaroedin II
·
Sultan Anom VIII Pangeran Raja Muhamamad Dzulkarnaen
·
Sultan Anom IX Pangeran Raja Adipati Muhamamad Nurbuat
·
Sultan Anom X Pangeran Raja Adipati Muhamamad Nurus
·
Sultan Anom XI Pangeran Raja Adipati Muhamamad
Jalalludin
·
Sultan Anom XII Pangeran Raja Muhamamad Emiruddin
·
Sultan Anom XII Pangeran Elang Mochamad Saladin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar