SEJARAH
Menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad 15
di pantai Laut Jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati. Pada
waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang untuk berniaga dengan penduduk
setempat. Pengurus pelabuhan adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh
penguasa Kerajaan Galuh (Pajajaran). Dan di pelabuhan ini juga terlihat
aktivitas Islam semakin berkembang. Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat
permukiman ke tempat permukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati
kaki bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala permukiman baru diangkatlah Ki
Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon.
Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran
Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan
Gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali
dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh karena itu Raja Galuh
mengirimkan bala tentara ke Cirebon Untuk menundukkan Adipati Cirebon, namun
ternyata Adipati Cirebon terlalu kuat bagi Raja Galuh sehingga ia keluar
sebagai pemenang.
Dengan demikian berdirilah kerajaan baru di Cirebon
dengan Raja bergelar Cakrabuana. Berdirinya kerajaan Cirebon menandai
diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan Muara Jati yang aktivitasnya
berkembang sampai kawasan Asia Tenggara.
kemudian pada tanggal 7 Januari 1681 Cirebon secara
politik dan ekonomi berada dalam pengawasan pihak VOC, setelah penguasa Cirebon
waktu itu menanda tangani perjanjian dengan VOC.
Pada tahun 1858, di Cirebon terdapat 5 toko eceran dua
perusahaan dagang. Pada tahun 1865, tercatat ekspor gula sejumlah 200.000
pikulan (kuintal), dan pada tahun 1868 ada tiga perusahaan Batavia yang
bergerak di bidang perdagangan gula membuka cabang di Cirebon. Pada tahun 1877
Cirebon sudah memiliki pabrik es. Pipa air minum yang menghubungkan sumur-sumur
artesis dengan perumahan dibangun pada tahun 1877.
Pada masa kolonial pemerintah Hindia Belanda, tahun
1906 Cirebon disahkan menjadi Gemeente Cheribon dengan luas 1.100 ha dan
berpenduduk 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370). Kemudian
pada tahun 1942, Kota Cirebon diperluas menjadi 2.450 ha dan tahun 1957 status
pemerintahannya menjadi Kotapraja dengan luas 3.300 ha, setelah ditetapkan
menjadi Kotamadya tahun 1965 luas wilayahnya menjadi 3.600 ha.
Pemerintahan
Setelah berstatus Gemeente Cirebon pada tahun 1906,
kota ini baru dipimpin oleh seorang Burgermeester (wali kota) pada tahun 1920
dengan wali kota pertamanya adalah J.H. Johan. Kemudian dilanjutkan oleh R.A.
Scotman pada tahun 1925. Pada tahun 1926 Gemeente Cirebon ditingkatkan
statusnya oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi stadgemeente, dengan otonomi
yang lebih luas untuk mengatur pengembangan kotanya. Selanjutnya pada tahun
1928 dipilih J.M. van Oostrom Soede sebagai wali kota berikutnya.
Pada masa pendudukan tentara Jepang ditunjuk Asikin
Nataatmaja sebagai Shitjo (wali kota) yang memerintah antara tahun 1942-1943.
Kemudian dilanjutkan oleh Muhiran Suria sampai tahun 1949, sebelum digantikan
oleh Prinata Kusuma.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pemerintah
Kota Cirebon berusaha mengubah citra Kota Cirebon yang telah terbentuk pada
masa kolonial Belanda dengan simbol dan identitas kota yang baru, berbeda dari
sebelumnya. di mana kota ini dikenal dengan semboyannya per aspera ad astra
(dari duri onak dan lumpur menuju bintang), kemudian diganti dengan motto yang
digunakan saat ini.
Pada tahun 2010 berdasarkan survei persepsi kota-kota
di seluruh Indonesia oleh Transparency International Indonesia (TII), kota ini
termasuk kota terkorup di Indonesia bersama dengan Kota Pekanbaru, hal ini
dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-Indonesia) 2010 yang
merupakan pengukuran tingkat korupsi pemerintah daerah di Indonesia, kota ini
sama-sama mendapat nilai IPK sebesar 3.61, dengan rentang indeks 0 sampai 10, 0
berarti dipersepsikan sangat korup, sedangkan 10 sangat bersih. Total responden
yang diwawancarai dalam survei yang dilakukan antara Mei dan Oktober 2010
adalah 9237 responden, yang terdiri dari para pelaku bisnis.
A. Pembagian wilayah
Kecamatan di Kota Cirebon adalah:
·
Harjamukti
·
Kejaksan
·
Kesambi
·
Lemahwungkuk
·
Pekalipan
Wilayah administrasi Pemerintah Kota Cirebon berluas
38,10 km2, pada tahun 2014 terdiri dari 5 wilayah kecamatan, 22 kelurahan, 247
Rukun Warga (RW), dan 1.352 Rukun Tetangga (RT). Harjamukti merupakan kecamatan
terluas (47%), kemudian berturut-turut Kesambi (22%), Lemahwungkuk (17%),
Kejaksan (10%) dan Pekalipan (4%).
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di
Pemerintahan Kota Cirebon pada tahun 2015 mencapai 6.197 orang.
Sementara itu, anggota DPRD Kota Cirebon pada tahun
2015 sebanyak 36 orang, yang terdiri 26 laki-laki dan 10 perempuan. Anggota
DPRD tersebut terbagi kedalam 9 fraksi, Anggota fraksi terbanyak adalah Fraksi
PDIP dengan 7 anggota, Fraksi Golkar 6 anggota,Fraksi Partai Nasdem 4 anggota,
Fraksi Partai Gerindra 3 anggota, Fraksi Partai Demokrat 3 anggota, Fraksi PAN
3 anggota, Fraksi PKS 3, Fraksi Partai Hanura 3 dan Frakis Bangkit Persatuan 3
anggota.
B. Wali kota
Saat ini Kota Cirebon dipimpin oleh Drs.Nasrudin Azis,
SH untuk periode 2013-2018 menghabiskan sisa jabatan sepeninggal wafatnya Wali
Kota Cirebon Alm. Drs. H Ano Sutrisno, MM.
Berikut adalah daftar wali kota Cirebon sejak tahun
1920:
·
Zaman Belanda
Bergelar Burger Meester
J.H. Johan (1920-1925)
Roelof Adriaan Sc Hotman (1925-1928)
Jan Marie van Gostrom Slede (1928-1933)
Mr. H.E. Boissevain (1935)
Mr. Carl Erich Eberhard Kuntze (1936-1938)
H. Scheffer (1939-1942)
·
Zaman Jepang
Bergelar SHITO
Asikin Nataatmadja (1942-1943)
Moeniran Soerianegara (1943-1949)
·
Zaman Awal Kemerdekaan
Bernama Wakil Kota
Prinata Koesoema (1949-1950)
Moestafa Soerjadi (1950-1954)
·
Zaman Indonesia
Bernama Wali Kota/Walikota
Hardian Kartaatmadja (1954-1957)
Prawira Amidjaja (1957-1959)
Moh. Safei (1959-1960)
RSA. Prabowo (1960-1965)
R. Sukardi (1965-1966)
Tatang Suwardi (1966-1974)
H. Aboeng Koesman (1974-1981)
Drs. H. Achmad Endang (1981-1983)
Drs. Moh. Dasawarsa (1983-1988)
Drs. H. Kumaedhi Syafrudin (1988-1993)
Drs. H. Kumaedhi Syafrudin (1993-1998)
Drs. H. Lasmana Suriaatmadja (1998-2003)
Subardi, S.Pd. (2003-2013)
Drs. H. Ano Sutrisno, M.M. (2013-2015)
Drs. Nasrudin Azis, SH (2015-2018)
Penduduk
Menurut hasil Suseda Jawa Barat Tahun 2010 jumlah
penduduk Kota Cirebon telah mencapai jumlah 298 ribu jiwa. Dengan komposisi
penduduk laki-laki sekitar 145 ribu jiwa dan perempuan sekitar 153 ribu jiwa,
dan ratio jenis kelamin sekitar 94,85
Penduduk Kota Cirebon tersebar di lima kecamatan,
kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan
Pekalipan sebesar 21,5 ribu jiwa/km², terpadat kedua adalah Kecamatan Kejaksan
11,8 ribu jiwa/km², kemudian Kecamatan Kesambi 8,8 ribu jiwa/km², Kecamatan
Lemahwungkuk 8,45 ribu jiwa/km², dan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan
Harjamukti hampir 5,48 ribu jiwa/km².
Pada akhir tahun 2014, kota Cirebon berpenduduk
384.000 jiwa, naik dari 300.434 jiwa pada Tahun 2012. PDRB per kapita kota ini
pada tahun 2012 sebesar Rp43,65 juta (menurut harga berlaku) atau Rp19,78 juta
(menurut harga konstan 2000). Menurut BPS Kota Cirebon, secara riil daya beli
penduduk kota ini pada tahun 2012 tumbuh 5,2% dibandingkan tahun 2011.
Pertumbuhan ini terpantau terus meningkat dalam empat tahun terakhir.
Perhubungan
Kota Cirebon terletak di wilayah
strategis, yakni titik bertemunya jalur tiga kota besar di Indonesia yakni
Jakarta, Bandung, dan Semarang. Semua jenis transportasi itu baik transportasi
darat, laut, dan udara saling berintegrasi mendukung pembangunan di kota
Cirebon.
Kota Cirebon memiliki dua stasiun
kereta api, yakni Stasiun Cirebon Kejaksan dan Stasiun Prujakan. Stasiun
Kejaksan berarsitektur khas kolonial Belanda, stasiun ini melayani hampir semua
tujuan kota - kota lainnya baik itu kota besar maupun kota kecil di pulau Jawa.
Terminal angkutan darat di Kota Cirebon di antaranya terminal besar Harjamukti,
letaknya di jalan By Pass Kota Cirebon.
Pelabuhan Cirebon saat ini hanya
digunakan untuk pengangkutan batu bara dan kebutuhan pokok dari pulau-pulau
lain di Indonesia. Bandar Udara Cakrabuana merupakan bandar udara di Kota
Cirebon saat ini hanya dijadikan sebagai bandara khusus sekolah penerbangan dan
militer.
Di kota ini masih terdapat Becak khas
Cirebon sebagai sarana transportasi rakyat sekaligus sarana untuk wisata
keliling kota.
Perekonomian
Perekonomi Kota Cirebon dipengaruhi
oleh letak geografis yang strategis dan karakteristik sumber daya alam sehingga
struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta
sektor jasa. Tomé Pires dalam Suma Orientalnya sekitar tahun 1513 menyebutkan
Cirebon merupakan salah satu sentra perdagangan di Pulau Jawa. Setelah Cirebon
diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1859, pelabuhan Cirebon
ditetapkan sebagai transit barang ekspor-impor dan pusat pengendalian politik
untuk kawasan di pedalaman Jawa.
Sampai tahun 2001 kontribusi
perekonomian untuk Kota Cirebon adalah industri pengolahan (41,32%), kemudian
diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (29,8%), sektor
pengangkutan dan komunikasi (13,56%), sektor jasa-jasa (6,06%). Sedangkan
sektor lainnya (9,26%) meliputi sektor pertambangan, pertanian, bangunan,
listrik, dan gas rata-rata 2-3%.
Salah satu wujud usaha di sektor
informal adalah pedagang kaki lima, Kota Cirebon yang sering menjadi sasaran
urbanisasi memiliki jumlah PKL yang cukup signifikan pada setiap tahunnya.
Fenomena ini di satu sisi menggembirakan karena menunjukan dinamika ekonomi
akar rumput, tetapi di sisi lain jika tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan persoalan yang serius di sektor ketertiban dan tata ruang.
Perusahaan rokok multinasional,
British American Tobacco (BAT), merupakan salah satu produsen rokok yang pernah
berdiri di Kota Cirebon. Namun pada tahun 2010, guna mengefisiensikan
produksinya, merelokasi pabrik di Kota Cirebon ke Kota Malang.
Kota Cirebon memiliki 12 kompleks
ruko, 13 bangunan plaza dan mall serta 12 pasar tradisional.
Kota Cirebon memiliki beberapa pusat
perbelanjaan di antaranya Cirebon Mall daerah Kota Tua (BAT) di Jalan Syarief
Abdurahman, CSB Mall (Cirebon Super Block) berlokasi di pusat Kota Cirebon
Jalan DR. Cipto Mangunkusumo dengan luas 6.2 ha, Grage Mall bertempat di Jalan
Tentara Pelajar, Giant Hypermarket terletak di sekitar area Stadion Bima Jalan
Brigjen Dharsono (By-Pass), dan di sekitar Jalan Rajawali, Plaza Yogya Siliwangi
di Jalan Siliwangi, Plaza Yogya Grand Center di Jalan Karanggetas, Pusat Grosir
Cirebon (PGC), Asia Plaza, Surya Plaza, Carrefour SuperStore Jl. Cipto, Gunung
Sari Trade Center (GTC), Balong Indah Plaza,Grage City Mall dan Plaza Index
"Ace Hardware".
Pada triwulan I 2010, Kota Cirebon
mengalami laju inflasi tertinggi dibandingkan dengan kota lainnya di Jawa
Barat. Faktor pendorong kenaikan laju inflasi terutama berasal dari kelompok
transpor, komunikasi dan jasa, keuangan serta pendidikan, Pariwisata, dan
olahraga.
Pariwisata
Sebagai salah satu tujuan wisata di
Jawa Barat, Kota Cirebon menawarkan banyak pesona mulai dari wisata sejarah
tentang kejayaan kerajaan Islam, kisah para wali, Komplek Makam Sunan Gunung
Jati di Gunung Sembung sekitar 15 km ke arah barat pusat kota, Masjid Agung
Sang Cipta Rasa, Masjid At Taqwa, kelenteng kuno, dan bangunan-bangunan
peninggalan zaman Belanda. Kota ini juga menyediakan bermacam kuliner khas
Cirebon, dan terdapat sentra kerajinan rotan serta batik.
Cirebon terdapat keraton sekaligus di
dalam kota, yakni Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Semuanya memiliki
arsitektur gabungan dari elemen kebudayaan Islam, Cina, dan Belanda. Ciri khas
bangunan keraton selalu menghadap ke utara dan ada sebuah masjid didekatnya.
Setiap keraton mempunyai alun-alun sebagai tempat berkumpul, pasar dan patung
macan di taman atau halaman depan sebagai perlambang dari Prabu Siliwangi,
tokoh sentral terbentuknya kerajaan Cirebon. Ciri lain adalah piring porselen
asli Tiongkok yang jadi penghias dinding. Beberapa piring konon diperoleh dari
Eropa saat Cirebon jadi pelabuhan pusat perdagangan Pulau Jawa.
Kota Cirebon memiliki beberapa
kawasan taman di antaranya Taman Air Sunyaragi dan Taman Ade Irma Suryani.
Taman Air Sunyaragi memiliki teknologi pengaliran air yang canggih pada
masanya, air mengalir di antara teras-teras tempat para putri raja bersolek,
halaman rumput hijau tempat para ksatria berlatih, ditambah menara dan kamar
istimewa yang pintunya terbuat dari tirai air. Sementara beberapa masakan khas
kota ini sebagai bagian dari wisata kuliner antara lain: Sega Jamblang, Sega
lengko, Empal gentong, Docang, Tahu gejrot, Kerupuk Melarat, Mendoan, Sate
beber, Mi koclok, Empal asem, Nasi goreng Cirebon, Ketoprak Cirebon, Bubur ayam
Cirebon, Kerupuk Udang dan sebagainya.
Seni dan budaya
Kebudayaan yang melekat pada
masyarakat Kota Cirebon merupakan perpaduan berbagai budaya yang datang dan
membentuk ciri khas tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pertunjukan
khas masyarakat Cirebon antara lain Tarling, Tari Topeng Cirebon, Sintren,
Kesenian Gembyung dan Sandiwara Cirebonan.
Kota ini juga memiliki beberapa
kerajinan tangan di antaranya Topeng Cirebon, Lukisan Kaca, Bunga Rotan dan
Batik.
Salah satu ciri khas batik asal Cirebon
yang tidak ditemui di tempat lain adalah motif Mega Mendung, yaitu motif
berbentuk seperti awan bergumpal-gumpal yang biasanya membentuk bingkai pada
gambar utama.
Motif Mega Mendung adalah ciptaan
Pangeran Cakrabuana (1452-1479), yang hingga kini masih kerap digunakan. Motif
tersebut didapat dari pengaruh keraton-keraton di Cirebon. Karena pada awalnya,
seni batik Cirebon hanya dikenal di kalangan keraton. Sekarang dicirebon, batik
motif mega mendung telah banyak digunakan berbagai kalangan. Selain itu
terdapat juga motif-motif batik yang disesuaikan dengan ciri khas penduduk
pesisir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar